Hukum Progresif

Implementasi Hukum Progresif Sebagai Penegakan Hukum Di Indonesia
Moh. Saleh

Indonesia saat ini sedang di landa berbagai krisis, termasuk dalam demensi hukum. hal ini terbukti dengan adanya beberapa perkara hukum yang terjadi baru-baru ini yang sampai sekarang belum terselesaikan. Misalnya kasus korupsi yang berkepanjangan dan kriminalisasi aparat penegak hukum sendiri, komisi pemberatasan korupsi (KPK) versus kaporli dua kubu ini bersitegang sampai sekarang, proses kriminalisasi yang berkelanjutan keberbagai instansi-instansi –penegak hukum lain. Belum lagi peristiwa-peristiwa hukum yang juga terjadi di duina peradilan yang keputusanya membuat  gerah dunia hukum. Kasus yang terakhir membuat hukum dan keadilan seakan hilang adalah kasus nenek asyani, wanita yang berumur 63 tahun harus di dakwa kasus pencurian kayu jati  milik perhutani[1].  
Dari berbagai permasalahan di atas Hukum yang diharapan dapat mengatur aktifitas kehidupan yang baik dan menegakan keadilan,  Pada kenyataannya hukum masih di pertanyakan keadaanya. Hukum dan keadilan seakan hanya di miliki oleh orang-orang yang beruang saja. Hukum hanya di tegakkan di kalangan orang termarginalkan.
Fiat justitia ruat coeleum’[2] hukum harus  tegakkan biarpun langit akan runtuh, hukum seharusnya di tegakkan di mana saja sampai kapanpun karena hukum harus tegak tidak pandang orang, tempat, dan situasi. Seharusnya Dalam hukum tidak boleh membeda-bedakan  anatara kaya dan miskin karena semua sama di hadapan hukum sebagaiamana asas yang menjadi pedoman hukum equality before the law[3]. Jika hukum memberikan perlakuan berbeda maka yang terjadi hukum tidak tegak, sebab hukum yang di berlakukan cendrung pada kaum-kaum termarginal saja. Pada dasarnya hukum di ciptakan untuk mengatur kehidupan agar tertib kalau ada perbedaan maka akan terjadi ketidak keseimbangan.
Semua itu terjadi di karena beberapa faktor penyebab sebagaimana yangn di katakan oleh lawrence friedmen bahwa hukum itu akan tegak apabila tigak unsur ini baik diantaranya[4]:
1.    Subtansi hukum adalah norma (aturan, keputusan) hasil dari produk hukum sendiri. Menurut lawrence friedmen agar peraturan itu bisa di taati, maka peraturan atau undang-undang yang dibuat tidak boleh tentangan dengan realitas kehidupan.  Sebab Subtansi hukum merupakan salah satu faktor yang berkontribusi besar terhadap tegaknya suatu hukum, karena apabila subtansinya sudah tidak jelas dan bertentangan dengan realitas sosial, maka akan memberikan celah bagi para masyarakat untuk melanggar suatu peraturan yang dibuat.
2.    Struktur hukum atau institusi hukum merupakan lembaga berperan penting untuk menentukan terhadap tegaknya subtansi hukum. Apabila peraturannya sudah baik akan tetapi struktur hukum tidak baik, maka yang terjadi peraturan-peraturan atau keputusan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan ini  perlu rasanya suatu struktur lembaga hukum yang baik dalam penegakkan suatu hukum. Misalnya lembaga kehakiman, hakim merupakan tongkat segala keputusan dari semua perkara yang diajukan oleh masyakat. Maka dari itu hakim harus benar-benar berkualitas dan bertanggung jawab. Hakim sebagai pemutus harus bersifat independen. Artinya hakim harus bebas dari tekan-tekanan yang berunsur politik agar keputusannya tidak berbau politik, karena Menurut Prof.Satjipto Raharjo, politik sangat menentukan bekerjanya hukum.[5]       
3.    Budaya hukum  adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.budaya hukum merupakan kesadaran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Apabila kesadaran masyarakat tinggi maka hukum akan semakin lebih baik.
Pada kenyataannya Di Indonesia hukum masih carut marut.  Mulai dari Subtansinya dan Stukturnya, maka dampaknya budaya hukum sangatlah lemah. hal ini dapat kita lihat dalam struktur atau kelembagaan suatu contoh, penanganan kasus korupsi dari dua  lembaga seperti kpk dan kaporli sama-sama memiliki kewenagan menangani kasus korupsi. Sehingga apa yang terjadi kedua struktur hukum ini saling tarik menarik dalam satu kasus dan dampaknya adalah tidak selesainya kasus korupsi. institusi yang kurang baik sehingga juga menyebabkan hukum sulit di tegakkan, kasus suap yang terjadi pada pengacara dan hakim di pengadilan tata usaha negara di medan merupakan salah satu contoh kasus yang terjadi di institusi penegak hukum, bahkan tidak hanya itu proses jual-beli keputusan di pengadilan sering di temukan, sehigga perilaku hukum yang koruptif inilah penyebabnya. Penyebab yang ketiga adalah budaya hukum di masyarakat juga menjadi faktor penyebab tidak tegaknya hukum, budaya hukum di masyarakat yang bertentanga dengan undang-undang. Kodifikasi yang di lakukan di zaman belanda tidak sesuai dengan kehidupan di indonesia sekarang, sehingga di butuhkan terobosan-terobosan baru atau bahasanya Prof. Sarjipto raharjo rule of breaking[6] agar hukum tidak statis.
Hal ini sebagai titik terang bahwa indonesia sangatlah urgent untuk memperbaikkan tatanan hukum khususnya dalam lembaga peradilan, karena lembaga peradilan yang baik akan berdampak baik pada setiap keputusannya. Lembaga peradilan akan baik apabilla lembaga peradilan memiliki bersifat mandiri, parameter yang jelas sebagai tolok ukur kemandirian atau tidak mandirinya lembaga peradilan itu ada tiga macam[7]:
1.    Kemadirian lembaga/instutisi
Kemadirian lembaga atau institusi itu dapat dilihat dalam dua hal:
a)      Adanya ketergantungan lembaga ke pada lembaga yang lain yang mempengaruhi  terhadap kinerjannya. Misalnya dengan institusi kepolisian, kejaksaan, kepengacaran dan lembaga-lembaga yang lainnya.
b)      Adanya campur tangan lembaga yang memiliki hubungan hierarkhis ke atas secara formal, dimana lembaga atasannya tersebut dapat memcampur tanganin dan memperngaruhi kebebasan atau kemadirian terhadap keberadaan lembaga peradilan.
2.    Kemandirian proses peradilan
Kemandirian proses peradilan ialah dimulai dari proses pemeriksaan perkara, pembuktian sampai pada putusan yang dijatuhkannya. Tolok ukurnya atas kemandirian proses peradilan ditandai dengan ada atau tidaknya campur tangan (intervensi) dari pihak-pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dengan berbagai uapaya yang memperngaruhi jalannya proses peradilan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.    Kemandirian hakim
Karena hakim secara fungsional yang merupakan tenaga inti penegakan hukum dalam menyelenggarakan proses peradilan, makanya kemandirian hakim dibedakan. Parameter mandiri atau tidaknya hakim dapat dilihat dalam kemampuan dan ketahanan hakim dalam menjaga integritas moral dan komitmen menjalankan tugas wewenangnya dari campur tangan pihak luar dalam proses peradilan.
Apabila semua sudah terpenuhi maka hukum  akan mengalami progresifitas. Dalam tanda kutip hukum akan terus berkembang karena para hakim tidak mengalami tekan-tekan refresif dari para pengguasa, sehingga hakim bisa sebebas-bebasnya menjalankan perkara dalam proses penegakan hukum dengan berpedoman pada asas-asas umum peradilan yang baik. Hal inilah yang harus diterapkan.
Akan tetapi pada kenyataannya di indonesia lembaga kehakiman sifat keindependennya masih kurang. Dimana dapat dilihat dalam kasus yang terjadi di berbagai pengadilan baik, misalnya kasus marsinah dan kasus sengketa tanah adat di Irian jaya. Kasus marsinah yang melibatkan oknum aparat keamanan ternyata menampilkan orang-orang lain dalam persidangan  kasus tersebut. Pada waktu kasus ini disidangkan, hakim yang mendaili tidak bebas lagi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Oleh karena itu para penasehat hukum yang mendampingi para terdakwa mengajukan upaya hukum banding dan kemudian kasasi di mahkamah agung. Dalam putusan tinggi mahkamah agung memutuskan bebas murni para terdakwa[8].
Kasus yang juga disinyalir tindakkan tidak independennya kehakiman adalah kasus yang terjadi Irian jaya jaya pura, yang menyangkut tanah adat yang dimamfaatkan oleh pemerintah setempat untuk pembangunan. Pemerintah daerah dan instansi-instansi sebagai pihak tergugat harus membayar ganti rugi kepada masyarakat yang memangkan. Kasus ini akhirnya sampai kemahkamah agung, yang melalui peninjuan kembali terhadap putusan di pengadilan tingkat pertama. Terhadap putusan di atas, maka keluarlah surat mahkamah agung kepada ketua pengadilan negeri Jaya Pura  yang berisi tidak dapat dieksekusinya putusan di tingkat pertama di atas.   
Semua ini terjadi karena ada beberapa faktor, diantaranya gaji yang tidak memungkin untuk mencukupi kebutuhan keluarga, hal ini sangatnya berpengaruh besar, karena tidak jarang para hakim melakukan tindakkan komersil dengan cara menjual belikan putusannya[9]. Maka dari itu gaji para hakim juga harus perhatikan oleh pemerintah. Selain itu menurut ketua Komisi yudisial hal yang paling banyak dijumpai adanya penyelewangan hukum adalah proses jual beli keputusan, karena gaji para hakim sangat sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhan keluarganya[10].  


Hukum progresif
Hukum progresif merupakan sebuah proyek mengenai cara berhukum. Yaitu cara Berhukum yang didasarkan pada kepedulian yang tidak kunjung berhenti untuk mendorong hukum memberikan yang lebih baik dan lebih  lagi kepada bangsanya.[11] Hukum progresif adalah hukum yang bergerak di dalam sosial, dimana fumdamen kajiannya adalah manusia, bukan bahan hukum. Dengan istilah yang dikemukakan olehb Prof.Sarjito Rahardjo hukum itu untuk manusia, bukan sebaliknya.hukum progresif mengagas bahwa hukum sejatinya adalah mengatur kehidupan manuasia, maka sepatutnya hukum itu lahir dari manusia sendiri sebagai pelaksana  peraturan sebagaimana yang digagas oleh para kaum ahli hukum aliran sosialisme von savigny bahwa hukum itu lahir dari tatanan kehidupan di masyarakat.                
Hukum progresif lahir atas dari ketidak relevannya hukum positif. Dimana hukum positif selalu mengutamakan undang-undang, padahal pada kenyataanya hukum tersebut sudah tidak sesuai lagi, dan bahkan undang-undang tidak bisa lagi bisa menjangkaunya. Karena kitab hukum pidana yang dilakukan kodifikasi atau di undangkan pada masa Belanda pada 1 januari 1915 berdasarkan staatblad 1915-732.[12] akhirnya hukum pidana itu berlaku di indonesia. Usia undang-undang yang rentan tua sehingga hukum megalami Stagnasi.
Ketidak sesusaian hukum yang Positifistik di gambarkan dengan beberapa kasus yang terjadi di masyarakat. Misalnya peristiwa pencurian listrik di Surabaya, ada seseorang laki-laki asal surabaya ini melakukan pencurian tenaga listik  milik PLN. dalam permasalahan ini hukum positif mengaju hukum dalam KHUP pasal 362 menagatakan bahwa” barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki” sudah sangat jelas listrik tidak lagi berupa barang si pencuri tdiak berniat memilikinya. Dengan kasus ini hukum positif tidak lagi memjangkaunya lagi karena sudah jauh dari kenyataan yang ada. 
Sehingga hukum merupakan penerapan hukum yang asli  Indonesia bukan kodifikasi yang di lakkukan Belanda yang sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan yang ada di indonesia, hukum apabila dalam perkodifikasikan hukum itu mengambil dari permasalahan di masyarakat, maka yang ada hukum akan di jalankan dengan baik. Karena menurut para kaum yang
Hukum progredif memiiki implekasi diantaranya: pertama terdapat efek langsung bagi perkembangan hukum ilmu hukum secara perlahan, meskipun baru dalam tataran wacana yang belum sampai reset medalam. Kedua, akibat campur tangan ilmu lain untuk memasuki domain ilmu hukum, maka muncul resistensi cukup keras di sebabkan intervensi ilmu-ilmu tersebut masuk ke”dapur” ilmu hukum hal ini di maklumi karena pandangan positifistik lebih mengedapankan hukum sebagai sesuatu yang unik, khas tampa harus”di recuki” oleh ilmu-ilmu lain. Ketiga, problem epistemologis artinya, metodelogi yang kini di kembangkan secara  tradisional, tidak memadai lagi pengembangan ilmu hukum di perlukan metode baru untuk bisa pengukapkan secara penuh realitas hukum yang kasap mata dan makna di balik yang emperik itu. Boleh jadi, apa yang selama di opsesikan oleh Prof.Sajipto Rahardjo sebagai sebauh wilayah yang berada di awan gemawan[13],
Penerapan hukum progresif oleh jaksa
Bahruddin lopa adalah tokoh yang pemberani tidak ada yang dia takuti, kecuali Allah Swt. ketika menjabat Jaksa Tinggi Makassar, ia memburu seorang koruptor kakap, akibatnya ia masuk kotak, hanya menjadi penasihat Lihat Daftar Menter. Ia pernah memburu kasus mantan Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)Presiden Soeharto dengan mendatangi teman-temannya di Kejaksaan Agung, di saat ia menjabat Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa menanyakan kemajuan proses perkara Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988) Pak Harto. Memang akhirnya kasus Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)Pak Harto diajukan ke pengadilan, meskipun hakim gagal mengadilinya karena kendala kesehatan.[14]
Penerapan hukum progresif oleh Hakim
Bismar Siregar adalah mantan hakim agung Mahkamah Agung (MA). Dia menjadi Hakim Agung periode 1984-2000. Selama hidup dia dikenal sebagai sosok hakim agung yang progresif.Bismar Siregar adalah pendekar hukum langka yang berani melawan arus demi tegaknya keadila     n. Baginya, undang-undang dan hukum hanyalah sarana untuk mencapai keadilan. Semasa menjadi hakim, Bismar kerap melakukan terobosan hukum. Ia pun tak mau diintervensi siapapun dalam mengambil keputusan, termasuk oleh atasannya. Bismar pernah menjatuhkan hukum mati pada seseorang terdakwa Albert Togas. Seorang karyawan PT.Bogasari yang di PHK yang membunuh Nurdin Kotto Staf ahli perusahaan. Nurdin pernah menolong Albert namun Albert membunuh Nurdin dengan secara keji, mayatnya dipotong-potong dan dibungkus plastik, atas kekejaman itulah bismar menjatuhkan Albert hukum mati.[15]
Penerapan hukum progresif oleh advokat
Advokat yang teladan adalah Yap thiem hien seorang yang mencerminkan advokat yang memiliki sifat idealisme tinggi. Ia sosok advokat yang teladan dan pejuang hak-hak kaum terpinggirkan dan minoritas. Pada masa orde baru Yap sering membela kepentingan rakyat kecil. Contohnya, ia pernah membela pedagang pasar senen yang tempat usahanya tergsusur oleh pemilik gedung.[16]
                                   
Kesimpulan 
Hukum yang progresif akan memberikan efek yang baik di masyarakat, karena adanya hukum progresif ditujukan untuk menjalankan hukum sesuai dengan perkembangan sosial di masyarakat. Bagaimanapun hukum tidak hanya sebatas melaksanakan undang-undang semata, namun juga untuk mengkaji keadaan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa hukum progresif adalah hukum yang mengalir, yang tak mau terjebak dalam suasana status qua.



[1] M.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/04/23/nn8yms-nenek-asyani-divonis-satu-tahun
[2] Yuncearizona.net/2009/11/13/hukum-dan-keruntuhan-langit/
[3] M.hukumonline.com/berita/baca/lt4fd56cf069398/Prof-Ramly-dan-iequality-before-the-law-i
[4] Retno-ayu-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85497-umum-analisis%20kasus%20menggunakan%20teori%20sistem%20hukum%20lawrence.html
[5] Henry Arianto, hukum responsif dan penegakan hukum di Indonesia, Jurnal hukum fakultas hukum universitas esa unggul, jakarta, lex jurnalica volume 7 nomor 2 april 2010, Hlm.116
[6] Faisal ,Memahami Hukum progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, Hlm.
[7] Bambang  Sutiyoso, SH.,M.Hum dan Sri Hastuti Puspitasari, SH.,MH, Aspek-Aspek Perkembangan Kekakuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005,Hlm.52
[8] Ibid,Hlm.52
[9] Ibid,Hlm.52
[10] Disampaikan acara pekan konsititusi tribu to Prof.Dahlan  thaib, di pasca sarjana hukum universitas islam indonesia,19 agustus 2015
[11] Bernard L tanya, hukum Progresif: Perspektif Moral dan Kritis, bunga rampai dekonstruksi dan gerakan pemikiran hukum progresif, konsorsium Hukum progresif 2013, di terbitkan oleh thafa media, yogyakarta,2013, Hlm.29.
[12] Umar Said S,. SH.,MS, pengatar hukum indonesia sejarah dan dasar-dasar tata hukum serta politik hukum indonesia, Setara Press, Malang, 2009,Hlm.14
[13] Prof.Dr.Khudzaifah Dimyati, Pemikiran Hukum Progresif: Otentisitas  Pemikiran Berbasis Ideologis Ke-Indonesia, Bunga Rampai Dekonstruksi Dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif, Konsorsium Hukum Progresif 2013, di Terbitkan oleh Thafa Media, Yogyakarta, 2013,Hlm.208
[16] Ibid,Hlm.116

Post a Comment

2 Comments

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)