I’m Not Angel

Dia lelaki… Dia pejantanku… Dia rajaku… Dia segalanya dalam kehidupanku… 2 tahun yang lalu aku mengenalnya sebagai lelaki salju yang dingin. Matanya yang menenggelamkan dan senyumnya yang menghanyutkan memaksaku betah berlama-lama disampingnya. Sikapnya yang super cool bikin banyak orang geregetan. Dia memang sempurna dimata orang tapi bagiku dia lemah. Karena harus menjatuh cintaiku yang belum seberapa dimata dunia. Aku kaget bukan kepalang saat dengan jaimnya dia menimbakku, memintaku menjadi penyemangatnya selama dia lelah. Sungguh! Aku bersyukur sekali bahkan perlu menaikkan ingkat kesyukuranku 80 derajat dari sebelumnya. Meski keadaanku sederhana mampu mendapat kasih sayangnya dengan utuh tanpa aku harus merengik dan menangis didepannya. Padahal banyak dari temanku diam-diam gila padanya. Inilah hidup! Tuhan selallu punya cara unutuk membuat hambanya bahagia. Waktu itu aku bertanya, apa yang dia lihat dariku? Perempuan biasa yang memiliki apa-apa. Dia hanya menjawabnya dengan senyum. Dan memintaku untuk tak bertanya seperti itu lagi. Bahkan pernah disuatu hari saat aku harus mendampingi dia berorasi didepan mahasiswa sebagai calon ketua presiden ia berkata. “ cinta … kau bagai malaikat tanpa sayap “. Aku seperti terhempas angin. Melayang terbang. Sipa sih yang tak berbunga-bunga ketika pujaan hati memuja didepan banyak orang tanpa kita berbuat lebih padanya. Katanya aku tuluas menyayangi orang, perempuan biasa yang menyimpan keindahan dunia dimatanya. Ahh… aku takperelu terlalu bangga. Masih banyak kekuranganku yang belum ia tahu. Aku keturunan keluarga dengan ekonomi kelas bawah yang jauh dari kekayaannya. Bapakku pekerja sawah dan ibuku pendamping setianya. Sedangkan kakak hanya pedangang pemula milik mertuanya. Makanya kadang aku merasa hina ketika orang bersikap tak suka lantaran aku memiliki hubungan dengan lelakiku. Bahkan orang-orang tak percaya jika kubilang dia kekasihku. Ini memang resiko, memiliki kekasih yang jauh lebih hebat dari kita. Harus sering-sering menahan sakit dari perbincangan banyak orang. Ditambah lgi fitnah-fitnah yang dating secara beruntun. Tapi mengapa lelakiku selalu menguatkan bahwa cinta kita akan tetap utuh walau badai menghantamnya. Tiap kali bintang jatuh aku menyempatkan diri untuk berdoa, berharap Tuhan meridhai hubungan kami sampai maut memisahkan. Karena menurut kepercayaan orang Tuhan akan mengabulkan doa yang berbarengan dengan bintang jatuh. Amienn ya Rabb…. *** “ selamat siang cinta…. “ Ia menyapaku didepan koridor kampus dengan senyum manisnya. Dia masih sama, lelakiku yang super dingin. Jadi tidak salah jika keyakinanku memilikinya semakin tumbuh. Bapak, ibu, bantu anakmu menata hari. “kau dari mana? Seharian tak melihatmu!” aku bertanya dengan nada ketus yang dibuat-buat. “kenapa? Kau rindu? “ jawabnya memirahkan wajahku. Benar sekai satu menit saja aku lepas darinya serasa dunia sepi dan tak indah. Kenapa pula aku harus tergila-gila padanya? Bahkan keinginan sama dan melevelkan diri selalu muncul dibenakku. Ketika ia memakai kaos merah akupun ingin sama. Ketika ia tak suka cabe aku harus membuang aktivitasku untuk selalu ruja dan menyukai cabe. Karena aku ingin kami sama. Karena aku ingin satu dengannya. Gini mangnya jatuh cinta? Sulit dan rumit. “hei… wajahmu merah” tembaknya seketika. Aku semakin salting. “sudahlah lupakan saja. Aku ingin bercerita denganmu. Bisakahkau mendengarkan?” tentu aku mau, karena dengan itu kita bias berlama-lama. Jawabku dalam hati luarnya hanya senyum dan anggukan. “ada anak baru yang keberadaannya mulai diperbincangkan anak kampus. Aku mengasihininya. Aku peduli padanya dia tak selamanya salah dia tidak seutuhnya lemah bahkan kotor dimata mereka” sejenak dia berhanti bercerita. Hembusan nafasnya mengenai mukaku. “lantas?” tanyaku memancing ia untuk melanjutkan ceritanya. “aku ingin memperbaikinya. Aku membuktikan bahwa anggapan orang itu salah. Tentang ia yang metal, tentangnya yang kata orang tak baik dijadikan teman. Bantu aku bertaman dengannya, dia sama sepertimu. Berjenis perempuan” “Ohh… “kamu bias tidak?” dia menanyai kesediaanku “niatmu baik sekali, kenapa aku mesti menulak, aku pasti mendukungmu dari belakang” “jadi…..? “aku akan membantumu” jawabkumantap. Dia memelukku erat sambil menghadiahiku kata-kata romantic. “kau baik, kau selalu menjadi malaikat dalam hidupku. Thanks somuch” kembali ia memelukku. Lebih erat “aku akan lakukan ini selama kau senang “ bathinku bicara *** Kau orang lingkungan berpengaruh besar dalam kehidupan kita. Mausifat kita pendiam jika disekeliling kita brutal maka sedikit banyak dunia kita berubah. Kamaren, aku berkenalan dengan perempuan itu. Cantik, perfect dan indah dilihat. Jelas sekali dari penampilannya ia keturunan keluarga kelas tinggi. Sikapnya mang sedikit tak sopan. Setiap kali bertingkah ia bersuara dengan nada lantang. Sepertinya dia tidak merasa aneh dengan sikapnya yang berbeda dengan yang lain. Berantakan, metal dan urak-urakan. Didepan akupun dia tak sopan. Suaranya masih lantang. Tapi aku baru tau dibalik itu ada sakit berkepanjangan. Dia tau dirinya tervonis membahayakan sehingga banyak dari tema-teman menjauhinya. Ia tak banyak teman yang ada hanya sebagian itupun tak baik untuk berpengaruh besar dalam kehidupan. Hakikatnya dia keturunan baik-baik dan berpendidikan. Tapi, karena bokapnya keluar kota, lepas dari bimbingan orang tua jadilah ia nakal. “lho g’ takut berteman dengan gua?” tanyanya “ngapain takut, wong kamu bukan hantu” jawabku bergurau “beneran lho pengin dengerin cerita gua?” tanyanya lagi “kenapa? Kamu tidak percaya padaku” aku balik bertanya. Dia hanya tersenyum kecut. Dan tertawa keras “bukan g’ percaya sih Cuma gua terlalu tarauma dengan orang-orang baru yang ingin berteman denganku. Mereka hanya mamanfaatkanku dan tak mampu mengubahku” “Ok. Tapi ingat! Jangan buat gua tidak mempercayai lho selama-lamanya” ancamannya. Disusul dengan jabat tangan. Akupun menerimanya dengan baik. Sejak itu aku selalu bersamanya mencoba mencari titik tekan permasalahan hidupnya. Tiap kali ada informasi baru selalu aku laporkan pada lelakiku. Dan ternyata tanpa sepengetahuanku. Mereka sudah sama-sama kenal. Hingga tiba disuatu hari cemburu itu muncul. “kau tau cinta, sejak perempuan itu berteman denganku ada perubahan dalam dirinya” kulihat lelakiku bahagia, ada bias cahaya diwajahnya ‘aku senang sekali, karena itu berarti kau suksesmenulariku sifat malaikat thanks ya cinta, kau benar-benar malaikat untuk semua orang” aku hanya bias tersenyum. Senyum yang dipaksakan. Aku bukan senang, aku cemburu. Sikapmu akhir-akhir ini berbeda padaku. Kau tidak lagi menyayangiku hanya saja mengasihaniku. Ia kan cinta? Kau lebih memikirkannya dari pada aku yang butuh kasih sayangmu. Jika dulu aku adalah maliakt bagimu maka sekarang kamu malaikat baginya. Dan sebentar lagi dia akan menjadi malaikat bagimu. Kita sama-sama malaikat tapi maaf aku mundur aku ingin menjadi manusia saja yang takperlu dipuja-puja. Lelaki itu pergi dari hadapanku. Dia diburu waktu untuk bersamanya dengan alas an mengajarinya sesuatu. Aku jadi tak punya waktu bersamanya. Lelaki itu keterlaluan, dia menyayanginya berlebihan. Dia bahkan mengacuhkanku. Seperti orang tak kenal. Ternyata benar. Dimata orang baginya aku layaknya sampah yang tak pantas bersamanya. Dia memang lebih jauh dariku dan hanya perempuan itu yang menyamainya. Mungkin akan baik-baik saja dengan sikapnya yang selalu meyakinkanku bahwa yang pertama bahkan aku akan tetap mempercayainya. Hanya saja lembaran tulisan yang kubaca di diarynya mematahkan kepercayaanku. Disana tertera…. “perempuanku kau bias berubah ditanganku. Dan diam-diam kau mampu mengubahku. Memotivasiku, penyemangatku. Aku menyayangimu melebihi yang kau tau dan kini malaikat tanpa sayap itu kamu bukan siapa-siapa” Tanpa mampu kubendung. Air mataku jatuh deras. Sampai-sampai badanku berguncang tak kuat. Aku harus segera lepas. Aku tak boleh menjelma sebagai malaikat cukup tahu bahwa menjadi malaikat itu juga tak enak. Tidak diberi kebebasan berkereatifitas. Tidak mendapat kasih saying jelas hanya bias menyayangi dengan ikhlas. Sorry, from now I’m not angel 250412 Lieza , gadis pemilik luka Tinggal di FLP Annuqayah Latee II

Post a Comment

0 Comments