kekuasaan kehakiman di indonesia

A. Lembaga Yang Diakui Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman Berbicara kekuasan maka tidak aka nada artinya kekuasaan yang berwenang beada dalam satu penguasa(monarki) yang semua kekuasaannnya baik itu dalam bidang legislatif, esksekutif, dan yadikutif dipegang oleh raja. Oleh karena itu semua seakan tidak ada artinya kekuasaan yang absolut. Tentu dari hal seperti ini maka munculya beberapa teori tentang pemisahan kekuasaan sebagaimana yang digagas oleh Jhon locke dan Montesquie. Keduanya membagai kekuasaan itu dengan tiga bagian 1. Legislatif (Pembuat undang-undang) 2. Eksekutif (Pelaksana undang-undang) 3. Yudikatif (peradilan/kehakiman) Meskipun ada sedikit perbedaan antara Jhon Locke dan montesquie tentang teori atau ajaran pemisahan kekuasaan (Separation Of Power). Berbicara kehakiman maka sama halnya membicarakan para penengaknya khususnya lembaga-lembaga kehakiman yang ada. Di Indonesia sendiri ada beberapa Fase dimana lembaga kehakiman dimulai sejak adanya negara itu Indonesia terbentuk atau masa oorde lama. Dan pasca amandemen karena pada masa revolusi yang menjadi tuntuntan pertama dalam proses revolusi itu sendiri. Adapun lembaga-lembaga yang diakui oleh negara sebagai lembaga yang berkuasa dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman sebelum amandemen adalah MA(mahkamah agung) sebagaimana konstitusi dasar kita telah mengakomodir pengakuan MA dalam pasal 24 dan pasal 25. Jadi pada masa transisi Indonesia dari kemerdekaannya hanya satu lembaga kehakiman yang diakui yaitu MA. Namun seiring dengan perjalanan kehidupan dari waktu-kewaktu yang sekian hari mengalami berubahan dan semakin meninggkatnya daya kritis masyarakat terhadap euphoria politik tidak juga hanya itu akan tetapi disakralkannya UUD 1945 merupakan meyebab tumpulnya memikiran di masyarakat,dillarangnya mengkritis UUD 1945 hal ini yang menjadi penyebab lahirnya lembag baru, yaitu MK(mahkamah konstitusi) lembaga yang memiliki kekuasaan kehakiman mengadili perkara yang menyangkut siding hasil pemilu(pemilihan umum) dan menyidangkan JR (judicial riview). Penambahan terhadap lembaga kehakiman baru yang muncul pasca amandemen UUD 1945 adalah lembaga KY(komisi yudisial) ditenggarai lahirnya lembaga ini, karena beberapa perkara yang terjadi di lembaga kehakiman itu sendiri baik dari MA dan MK, kalau berkaca pada realitas yang terjadi beberapa tahun yang lalu, banyak perkara yang menyandung para penengak hukum khususnya hakim, maka agar menjaga intregritas lembaga kehakiman masyakarat melalui tangan pemerintah sebagai penguasa negara membentuk lembaga KY ini yang tujuannya sangat jelas mengawasi para hakim di bawah MA dan MK meskipun ada keputusan MK yang melarang MK diawasi oleh KY. Jadi dapat menarik benang merah dari pembahasan diatas bahwa lembaga negara yang diakui di Indonesia khususnya ada 2 1. MK 2.MA dan lembaga-lembaga yang ada dibawahnya semisal PTN (pengadilan tinggi negeri,PN (pengadilan negeri), PTA (pengadilan tinggi agama), PA(pengadilan agama), PTM(pengadilan tinggi militer), dan PM(pengadilan militer). B. Tugas Dan Fungsi Mahkamah Angung Dan Mahkamah Konstitusi Setiap pengadilan sudah memiliki kekuasaan masing-masing baik mahkamah agung maupun mahkamah konstitusi, keduanya sudah memiliki proporsi tugas serta kewenangan sendiri. MA merupakan lembaga tertinggi yang ada dilengkup semua pengadilan, adapun kewenangannya telah diatur didalam undang-undang dibawah ini: 1. Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung Jo. Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.14 tahun 1985. 2. Undang-Undang No.2 tahun 1986 tentang peradilan umum jo. Undang-Undang No.8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.2 tahun 1986. 3. Undang-Undang No.5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara jo. Undang-Undang No.9 tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang No.5 tahun 1986. 4. Undang-Undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama. 5. Undang-Undang No.31 tahun 1997 tentang peradilan militer. 6. Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Adapun tugas dan fungsinya dari mahkamah agung sebagai berikut: 1. Fungsi bidang peradilan 2. Fungsi bidang pengawasan 3. Fungsi bidang pemberian nasehat 4. Fungsi bidang pengaturan 5. Fungsi bidang administrasi 6. Fungsi bidang tugas dan kewenagan lainnya dalam bidang peradilan. Adapun tugas dari mahkamah agung sebagaimana berikut ini: 1. Menerima kasasi dari pengadilan tinggi dari semua pengadilan yang ada dibawahnya terdapat dalam pasal 24A UUD 1945 setelah perubahan, pasal 10 ayat 3 Undang-Undang No 14 tahun 1970, pasal 29 Undang-Undang No. 14 tahun 1985, dan pasal 2 huruf A Undang-Undang No. 4 tahun 2004, serta pasal 45A Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.14 tahun 1985 tentang mahkamah agung. 2. Penijauan kembali terdapat dalam pasal 21 Undang-Undang No.14 tahun 1970, pasal 66 Undang-Undang No.14 tahun 1985. 3. Sengketa wewenang mengadili tercantum pada pasal 33 Undang-Undang No.14 tahun 1985. 4. Menguji materiil terhadap peraturan perundang-Undangan dibawah undang-undang, buatan ini tercantum dalam pasal 24A UUD 1945 setelah perubahan, pasal 26 Undang-Undang No.14 tahun 1970, pasal 31 Undang-Undang No.14 tahun 1985, pasal 11 ayat 2 huruf B Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.14 tahun 1985 tentang mahkamah agung. 5. memutus dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Indonesia(pasal 33 ayat 2 Undang-Undang No.14 tahun 1985) 6. melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang barada di bawahnya berdasarkan kententuan Undang-Undang No. 11 no 4 berdasarkan undang-undang (pasal 11 ayat 4 Undang-Undang No.4 tahun 2014). 7. Memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi (pasal 14 ayat 1 UUD 1945 setelah perubahan dan pasal 35 Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang No.14 tahun 1985 tentang mahkamah agung) Setelah sedikit banyak mengurasi fungsi dan kewenangan dari lembaga kehakiman khususnya lembaga mahkamah agung, maka tidak lengkap rasanya kalau tidak membahas lembaga yang juga memiliki kewenangan kehakiman yang lain meskipun memeliki kewenangan yang berbeda. Mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga yang kekuasaan kehakiman yang baru lahir dari proses amandemen UUD 1945, adapun kewenangan sama seperti MA yang juga lembaga kehakiman tertinggi dan juga memiliki kewenangan telah diatur dalam kontistusi terdapat pada pasal 24 C ayat 1 UUD 1945. adapun kewenangan sebagaimana berikut: 1. Menguji UU terhadap UUD 2. Memutus sengketa kewenangan lembaga-lambaga negara 3. Memutus pembubaran partai politik 4. Memutuskan persilihan tentang pemilu umum 5. Memutus pendapat DPR tentang dugaan pelangaaran oleh presiden dan/atau wakil presiden dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden lagi. Dari kewengan diatas MK pada tahun 2003 telah banyak menerima Judicial Review. Proses mengenai mengajuan Judicial Review bisa diajukan dengan perseoang, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum privat, dan badan hukum publik bisa mengajukannya. Lahirnya MK membuka angin segar terhadap masyarkat yang ingin mengajukan gugatan terhadap pemerintah menengenai masalah hak-haknya yang dirampas oleh konstitusi, tidak hanya itu MK juga lembaga uang berperan memperbaiki konstitusi bangsa kita, yaitu Indonesia yang sempat di masa orde baru konstitusi ini disakralkan dan bahkan menjadi taming akan berjayanya kekuasaan. Semisal hak yang dirampas oleh undang-undang tentang perkawinan beda agama yang diajukan oleh mahasiswa universitas Indonesia. C. Peran Komisi Yudisial Dalam Kekuasaan Kehakiman Menurut ahsin thohari menggambarkan bahwa peradilan menjadi lembaga yang diyakini sangat korup(judicial corruption) dan penuh dengan praktek-praktek yang sangat mencederai nilai-nilai keadilan, seperti “memperdagangkan” perkara yang telah terjadi secara sistematis, sehingga muncul istilah” mafia peradilan”. Dari sinilah yang menjadi cikal bakal atau latar belakang lahirnya Komisi Yudisial, masyarakat yang sudah tidak lagi percaya terhadap lembaga pengadilan yang sudah terjadi praktek-praktek perdagan hukum didalamnya, ketidak puasan masyarakat terhadap peradilan dibuktikan dengan hasil penelitian pada tahun 1996 terhadap 1.424 responden ini menyimpulkan bahwa masyrakat sudah tidak puas dengan peradilan yang dipengaruhi oleh kekuatan politik dan juga korup. Karena kegagalan sistem peradilan di berbagai dimensi aspek sehingga peradilan yang ada tidak ubahnya hanya formalitas negara dalam melaksanakan perannya, tetapi pada akhirnya perkara yang dihadirkan ke pegadilan akan selalu dimenangkan oleh orang yang berkepentingan dan memiliki uang dan kekuasaan. Tindakan ini semua terjadi karena tidak adanya pengawasan di lembaga pengadilan baik tingkat bahwa maupun tingkat tinggi meskipun ada di lembaga MA hal ini kurang efektif dan jendrung memonopoli kekuasaan, makanya perlu adanya eksternal yang mengawasi prilaku-prilaku hakim itu sendiri, maka komisi yudisial merupakan lembaga yang dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap prilaku para hakim baik itu MK, MA, dan para hakim dibawahnya inilah wewenang KY, selain pengawasan KY juga memiliki kewenangan dalam pencalonan mahkamah agung. Namum pasca putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 yang diucpkan pada 23 agustus tahun 2006 kewenangan KY disunat, KY tidak lagi bisa megewasi hakim-hakim yang ada di MA dan MK dengan alasan undang-undang KY dan segala ketetentuannya meyangkut pengawasan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Setelah munculnya undang-undang baru Undang-Undang No. 3 tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang No.14 tahun 1985 tentang mahkamah agung, maka KY mendapat penguatan kembali. Dalam pasal 11A ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang tersebut ditegaskan adanya peran KY dalam hal pemberhetian tidak hormat hakim agung dalam masa jabatannya, khususnya bila hakim agung berbuat tercela dan melanggar kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim. Selain hakim agung KY juga memiliki peranan dalam pemberhetian hakim pada umumnya. Jadi dalam proses pemberhentian para hakim yang terlibat langsung adalah majlis kehormatan hakim disamping juga ada peranan lembaga-lembaga yang lain, yaitu MA dan KY. Kesimpulannya KY bukan lembaga kekuasaan kehakiman akan tetapi lembaga pengawas para hakim yang ada di lembaga kehakiman, agar ada check and balance di lembaga kehakiman, agar hakim bisa terjaga martabat dan kehormatannya. Buku Rujukan Bambang Sutiyoso, SH., M.Hum dan Sri Hastuti Puspitasai, SH., MH, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005. Dr.H. Ahmad Fadil Sumadi, SH., MH, Politik Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi Aktualisasi Kontitusi Dalam Praksis Kenegeraan, Setara Press, Malang, 2013. Dr.H. Imam Anshori Saleh, SH., M.Hum, Konsep Pengawasan Kehakiman Upaya Memperkuat Kewenangan Konstitusinal Komisi Yudisial Dalam Pengawasan Peradilan, Setara Press, Malang, 2014. Prof. Dr. Bagir manan, SH., M.C.L, Kekuasaan Kehakiman Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, FH UII Press, Yogyakarta, 2007.

Post a Comment

0 Comments