Semusim

Kota yang hangat, alam tengah diberkahi tuhan dengan sangat; Andai disisiku ada seorang, akan ku ajak ia berkunjung ke daerah Kiev, seratus sepuluh kilo meter di selatan Chernobyl dan akan kusuruh ia menikmati Vareniki (kue buah cery) yang menjadi menu favoritku selama beberapa tahun terakhir. Rasanya akan membuatmu merasa seperti baru saja menertawakan diri sendiri. Dalam satu gigitan ia bias membuatku berkaca-kaca satu minggu. Mari akan kubawa ia menyusuri kembali kota Pripyat setelah dua puluh enam april paling mengerikan dalam sejarah. Terkubur seiring perjalanan yang terus berputar meski sejatinya hati terlanjur basah, sebasah hujan pertama. Tak ada yang lebih menarik dari masalalu kecuali perih yang terasakian lembut, memahami secara jujur makna dari pepatah lama bahwa Time is mony… time is everything. Betapa satu detik yang berlalu jauh mahal dari apapun yang ku beli di dunia. *** Now here, I’m… Terpaku didepan bangunan tua bekas taman kanak-kanak yang kini tak lebih dari gedung kosong penuh reruntuhan. Richard Stone, seorang jurnalis terkenal pernah menggambarkan bulan keempat di Pripyat sebagai mana cahaya pagi yang pudar disatu musim semi bersalju. Suasana yang menunjukkan duka pasca kekacauan 1986. Seharusnya segala kemenangan itu terabaikan, meski tak bias kupungkiri sisa luka itu bahkan belum juga mongering. Tapi aku belajar untuk tidak mengungkap senyeri apapun perasaanku.. biar saja tersimpan dalam cerita yang tak terungkap. Yeah, ingatku masih segar menyajikan bagaimana pembangkit tenaga nuklir Chernobyl menghujani rumah,sekolah dan setiap sudut kota dengan debu radio aktif, dan ketika aku mulai paham sakitnya kehilangan saat hamper seluruh anggota keluarga Shovkoshitnaya tak seutuh dulu. “Olesya?” suara itu… Aku segera berbalik. Lelaki bermata coklat itu berdiri satu meter didepanku. “apa kita pernah bertemu sebelumnya?” aku memutar ingatan, mencari-cari sosoknya dalam serpihan masalalu. April 1986 lalu.. Sore yang indah, baru saja aku pulang dari latihan paduan suara untuk pertunjukan minggu depan. Aku belum juga paham kenapa sekolah-sekolah membagikan mesker dan menyuruh semua murid untuk tidak keluar rumah selain dating kesekolah. Ayahku seorang dokter spesialis dan ia jadi semakin sibuk karena pasien rumah sakit membanjir, sementara ibu memaksaku minum satu sloki Vodka sebelum tidur. Hingga tanpa sengaja aku bibiku bercerita tentang kecerobohan para teknisi yang menangani tes keamanan rutin reactor empat Chernobyl, dan membuat pemerintah meminta sekuruh penduduk untuk mengungsi sebab efek radiasi yang mematikan. Saat panic begitu, seorang teman laki-lakiku dating memberikan jatah tablet yodiumnya unutk melindungiku dari radiasi besar-besaran. Dan aku takpernah melihatnya lagi setelah hari itu… “Andrew Seeley?” tebakku spontan. Ia tersenyum. Matanya masih sehangat dulu… Rindu, kami berpelukan beberapa saat. *** “yang paling mengesankan dari masa kecilku adalah tempat ini…” Tunjukku pada sebuah komedi putar berkarat yang dulu dibangun untuk memperingati May Day, kursi-kursi kuningnya mengeluarkan suara rintihan saat diterpa angin. Andrew mengamati bekas kolam renang yang berisi reruntuhan,sedang aku melangkah menuju satu ruang yang seperti mengisahkan satu masa sebelum kepolosan dan mimpi anak-anak Pripyat terampas. Terbayang setelah kejadian itu… Sandal-sandal apak dan sepatu balet untuk kaki mungil yang tak karuan bentuknya, boneka-boneka dengan pakaian tercabik diatas ranjang-ranjang besi. Mataku beralih pada gymnasium yang dulu menjadi tempat foto-foto dipajang, ketika usai menonton konser music di Energetic Cultural Palace.1 saat murid laki-laki memanjat palang… Semua keiindahan masa lalu yang terasa sehangat tungku perapian dimusim dingin sebelum akhirnya menjadi debu yang tertiup angin, hilang tanpa jejak. Hidup dalam ketakutan, dan baying-bayang kematian bukan suatu pilihan. I’m sotired of being here… suppressed dy all my childhish fears! Aku lelah berada disini… ditekan oleh kekhawatiran masa kecil! “kadang aku tak bias mengingat apapun kecuali rasa takut…” gumamku pada diriku sendiri “yang paling mengerikan dari sisa luka yang ditinggalkan Chernobyl adalah berkurangnya penduduk.” Tanpa kusadari Andrew telah berdiri didekat jendela yang penuh debu. Pohon-pohon poplar tumbuh mendesak diantara gedung bekas sekolahku, seperti hendak menyembulkan cerita lama yang tak akan pernah kupeluk kembali. Instumen Geiger seperti takpernah lelah mendendangkan lagu kematian dari tiap jengkal ukraina. Angin yang membawa kabar dan bisikan debu radio aktif dengan efek radiasi empat ratus lebih dahsyat melebihi bom atom Hiroshina. And nothing remains, jut a voice rising up in the smoky haze…2 dan tak ada yang tersisa, hanya ada suara yang menggema di langit yang penuh asap… *** Hari ini, Di monomen penghormatan bagi para korban Chernobyl…. Aku menyalakan llin kecil, seperti yang dilakukan oleh para korban selamat. Kini semuanya tenggelam dalam harapan yang entah. Masih terlalu dingin Tubuhku dibalut jaket tebal dengan panjang biru toska yang menutup seluruh rambutku. Panjang jika kuceritakan bagaimana akhirnya aku mulai mengenal agama islam setengah tahun lalu. I’m a Moslem now… Entah bagai mana takdir membawaku kedalam pelukan cahaya… Cahaya yang selalu kucari padahal ia takkemana. Cahaya yang kukejar dan akhirnya mendekapku justu setelah semua orang dalam hidupku hanya tinggal kenangan. Yang terpenting sekarang… Ayah, Ibu, Nenek Bibi, keluarga besar Shovkoshitnaya dan juga lelaki skotlandia, Andrew seeley… Selamat jalan untuk yang kesekian, mataku mulai menghangat, seandainya sepi adalah sebuah reactor, akan kurusak ia seperti saat Chernobyl mulai merampas kebahagiaan banyak orang. Kupejamkan mata, kurasa seorang tengah berbisik ditelingaku. “Olesya, jangan menyerah …. Berpikirlah bahwa satu langkah jauh lebih penting dari rasa takut” Aku mengenal suara dan desah nafas itu… Dulu, kalimat itu yang Andrew ucapkan sebelum operasi kanker tiroitnya gagal total hingga akhirnya ia tak bias bertahan. Aku masih menyimpan suaranya dengan baik dalam hatiku. Ah,ya. Aku tahu betapa sepinya hidupku sekarang. Dan diam selalu mewakili berjuta kalimat yang akan mengungkapkan betapa aku merindukannya sepanjang musim panas ini, Saat musim benar-benar menyiksa. Sedang aku masih disini, menyayanginya… Entah kenapa. *mengenang 26 april 1986 ( kecelakaan reactor Chernobyl Ukraina ) Biografi peulis Nama : Nurul Alfiah Kurniawati Tatela : Sumenep, 18 Maret 1995 Alamat Rumah : Batu Putih Sumenep Pondok : Lubangsa Raya Putri Blok E-03 Kelas : XI IPA MA 1 Annuqayah Putri Salah Satu Pengurus Komunitas menulis Lubangsa Pi CPK (Conglet Panguyuban Karya) Salah Satu Perintis Komunitas Cinta Puisi Alief (IKSTIDA) Pengasuh Blok MA 1 Annuqayah Pi Dan Pengurus Sanggar Sareang MA 1 Annuqayah Pi Keterangan : 1salah satu teater pertunjukan music Ukraina 2salah satu lirik lagu Micheal Hartz

Post a Comment

0 Comments