ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK




 ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
Dr. Ridwan R. SH., MH
(dosen fakultas Hukum UII)


Sejarah Kelahiran AAUPB
Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan umum warga negara. Untuk mewujudkan kesejahteraan umum, diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang dalam campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan perundang-undangan tetapi berdasarkan pada inisiatif sendiri melalui freies Ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara. Karena dengan freies Ermessen muncul peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat baik dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de pouvoir, maupun dalam bentuk willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara. Guna menghindari atau meminimalisir terjadinya benturan tersebut, pada tahun 1946 Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentang Verhoogde Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang. Pada tahun 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang verhoogde rechtsbescherming dalam bentuk “algemene beginselen van behoorlijk bestuur (abbb)” atau asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Pengertian dan Kedudukan AAUPB
Pengertian
a. AAUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum administrasi negara;
b. AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan/beschikking), dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat;
c. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktek kehidupan di masyarakat;
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari asas itu berubah menjadi kaidah hukum tertulis, namun sifatnya tetap sebagai asas hukum.

Kedudukan AAUPB
H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt menulis mengenai AAUPB sebagai berikut:
“Organ-organ pemerintahan – yang menerima wewenang untuk melakukan tindakan tertentu – menjalankan tindakannya tidak hanya terikat pada peraturan perundang-undangan; hukum tertulis, di samping itu organ-organ pemerintahan harus memperhatikan hukum tidak tertulis, yaitu asas-asas umum pemerintahan yang baik”.
J.B.J.M. ten Berge, sesudah menyebutkan bahwa asas-asas umum pemerintahan yang patut ini berkembang setelah perang dunia kedua, ia mengatakan sebagai berikut:
“Istilah asas-asas pemerintahan yang patut dapat menimbulkan salah pengertian. Kata asas sebenarnya dapat memiliki beberapa arti. Kata ini mengandung arti titik pangkal, dasar-dasar, atau aturan hukum fundamental. Pada kombinasi kalimat ‘asas pemerintahan yang patut’ berarti kata asas mengandung arti asas hukum, tidak lain. Asas-asas pemerintahan yang patut sebenarnya dikembangkan oleh peradilan sebagai peraturan hukum mengikat yang diterapkan pada tindakan pemerintah. Suatu keputusan pemerintah yang bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik berarti bertentangan dengan peraturan hukum. Meskipun asas itu berupa pernyataan samar, tetapi kekuataan mengikatnya sama sekali tidaklah samar: asas ini memiliki daya kerja yang mengikat umum. Istilah pemerintahan ‘yang patut’ juga dapat menimbulkan salah pengetian. Yang berkenaan dengan hakim, bukanlah pemerintahan yang patut, tetapi pemerintahan yang sesuai dengan hukum. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa istilah asas-asas pemerintahan yang patut sebenarnya dimaksudkan sebagai peraturan hukum tidak tertulis pada pemerintahan yang berdasarkan hukum”.
Berdasarkan pendapat van Wijk/Willem Konijnenbelt dan ten Berge tersebut tampak bahwa kedudukan AAUPB dalam sistem hukum adalah sebagai hukum tidak tertulis. Menurut Philipus M. Hadjon, AAUPB harus dipandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun arti yang tepat dari AAUPB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat pula dikatakan, bahwa AAUPB adalah asas-asas hukum tidak tertulis, dari mana untuk keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan. Sebenarnya menyamakan AAUPB dengan norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan salah paham, sebab antara “asas” dengan “norma” terdapat perbedaan. Asas merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, ide atau konsep, dan tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma adalah aturan yang konkret, penjabaran dari ide, dan mempunyai sanksi. Pada kenyataannya, AAUPB ini meskipun merupakan asas namun tidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang secara tersurat dalam pasal undang-undang, serta mempunyai sanksi tertentu. Berkenaan dengan hal ini, SF. Marbun mengatakan bahwa norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umumnya diartikan sebagai peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur bagaimana manusia seyogyanya berbuat. Karena itu pengertian norma (kaedah hukum) dalam arti sempit mencakup asas-asas hukum dan perturan hukum konkret, sedangkan dalam arti luas pengertian norma ialah suatu sistem hukum yang berhubungan satu sama lainnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa asas hukum merupakan sebagian dari kejiwaan manusia yang merupakan cita-cita yang hendak diraihnya. Dengan demikian, apabila asas-asas umum pemerintahan yang baik dimaknakan sebagai asas atau sendi hukum, maka asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat dimaknakan sebagai asas hukum yang bahannya digali dan ditemukan dari unsur susila, didasarkan pada moral sebagai hukum riil, bertalian erat dengan etika, kesopanan, dan kepatutan berdasarkan norma yang berlaku. Berdasarkan keterangan ini tampak, sebagaimana juga disebutkan Jazim Hamidi, bahwa sebagian AAUPB masih merupakan asas hukum, dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum atau kaidah hukum.

Fungsi dan Arti Penting AAUPB
Pada awal kemunculannya, AAUPB hanya dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum (rechtsbescherming) warga negara dari tindakan pemerintah yaitu sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan bahwa, “kita menemukan abbb dalam dua varian, yaitu sebagai dasar penilaian bagi hakim dan sebagai norma pengarah bagi organ pemerintahan”. Dalam perkembangannya, AAUPB memiliki arti penting dan fungsi sebagai berikut:
a. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara mempergunakan freies Ermessen/melakukan kebijaksanaan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan onrechtmatigedaad, detournement de pouvoir, abus de droit, dan ultravires.
b. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UU No. 5/1986 tentang PTUN.
c. Bagi Hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN.
d. Kecuali itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu undang-undang.

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia

Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia secara yuridis formal terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yaitu sebagai berikut:
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
3. Asas Kepentingan Umum
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proporsionalitas
6. Asas Profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas.

Dalam penjelasan UU tersebut terdapat keterangan sebagai berikut:
1.   Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
2.   Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara;
3.   Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
4.   Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
5.   Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
6.   Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7.   Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, asas-asas tersebut telah dicantumkan secara tegas dan dijadikan alasan mengajukan gugatan, sebagaimana terdapat pada Pasal 53 ayat (2) yaitu sebagai berikut: “Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:  a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dalam penjelasan huruf b disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Asas-asas umum pemerintahan yang baik” adalah meliputi atas: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan negara; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Asas-asas yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 1999 tersebut sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai asas-asas Good Governance, bukan algemene beginselen van behoorlijk bestuur. Konsep Good Governance (GG) lahir pada tahun 1990-an, yang menandai kemenangan demokrasi liberal dan masyarakat dengan orientasi pasar, sedangkan konsep AAUPB lahir tahun 1940-an dalam rangka verhoogde Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari ekses intervensi pemerintah yang sangat luas. Tuntutan GG adalah pemerintahan yang responsif khususnya bagi dunia usaha, sedangkan tuntutan AAUPB adalah pemerintahan yang rechtmatig. Konsep GG lebih merupakan konsep ekonomi, AAUPB merupakan konsep hukum.

Post a Comment

0 Comments